Kamis, 13 Februari 2014

Kutukan Cinta


Pada zaman dahulu  kala hiduplah seorang putri yang akrab dipanggil dengan nama Ajeng putri. Ia anak tunggal dari raja Maulana Abdullah (ayah) dan Putri Abdullah (ibu).  Keluarga mereka berasal dari daerah India. Dalam kesehariannya, Ajeng Putri biasa di panggil Putri.                                        
 Ajeng Putri memiliki seorang kekasih yang bernama Sutan. Setelah Putri  berumur 14 tahun, Sutan meminang Ajeng Putri ke rumahnya. Orang tua Ajeng pun setuju atas pertunangan tersebut. Pada saat peminangan berlangsung Sutan dan Ajeng bersumpah atas keseriusan cinta mereka dan akan menikah nantinya. Bunyi sumpah mereka yaitu “kalau  Sutan mengingkari janji maka ia akan menjadi ular yang terkurung di dalam gua batu dan tidak bisa keluar lagidan kalau ajeng Putri yang mengingkari maka ia akan menjadi “batu besar, di tegur orang sambil lewat”. Perjanjian tersebut diucapkan dengan memegang kitab suci Al-quran dan disaksikan oleh jemaah shalat jumat yang telah selesai menunaikan ibadah shalat jumat. Beberapa minggu setelah mereka bertunangan, Ajeng pamit kepada kekasihnya bahwa ia bersama keluarganya mau pergi merantau ke ranah seberang pulau. Dengan berat hati Sutan melepaskan kepergian kekasihnya tersebut. “Ya Kanda, aku akan menjaga cinta dan janji kita”. “Meskipun Kanda jauh di mata, tapi kanda dekat di hati Dinda”! Kata putri. “selamat jalan Dinda, semoga engkau selamat disana. Besar harapanku menantikanmu, semoga kita dipertemukan dalam cinta”. Ungkap Sutan. Ia tampak sangat sedih melepaskan sang putri. Begitupun Putri, ia juga tampak sangat sedih meninggalkan kekasihnya itu. Bulan berganti bulan hingga tahun pun datang menjelang, namun keluarga Ajeng Putri tidak ada niat untuk pulang ke kampungnya. Setelah lama menetap di Pulau seberang, dan tinggal di daerah tersebut, maka terpikatlah hati seorang anak raja daerah itu kepada Putri , karena kebaikan keluarga dan kecantikan Putri. Anak raja tersebut bernama Raden nan Saleh. Raden nan Saleh meminang Putri. Karena sejak pertama bertemu dengan Putri, hatinya senang sekali. Ia merasa Putri adalah sosok yang tepat menjadi pendampingnya. Karena sudah lama tidak berjumpa dengan Sutan, maka cinta Putri mulai memudar dan akhirnya menerima pinangan si Raden nan Saleh tersebut.  Setelah beberapa hari peminangan di lakukan, Raden nan Saleh dan Ajeng Putri berencana untuk menikah. Mereka pun merayakan pernikahan mereka. Pernikahannya berlangsung sangat meriah, yang dirayakan selama tujuh hari tujuh malam. Pada saat peramian galanggang, datanglah Sutan di ranah Pulau seberang. Ajeng Putri sangat kaget, ia tidak menyangka ternyata Sutan datang ke pesta pernikahannya. Padahal Sutan tak pernah diberikan undangan. Sutan berusaha mengajak Putri untuk pergi bersamanya, tapi sayang Putri lebih memilih si Raden nan Saleh calon suaminya, dari pada Sutan kekasih lamanya. “Mari Dinda! Ikutlah denganku. Aku akan menjagamu”!. Sutan membujuk kekasihnya itu. “Tidak Kanda, biarkan aku hidup bersama calon suamiku disini”!. Putri tetap tak ingin pergi bersama Sutan. “Tidak”!. “akulah suamimu nanti, jangan Kau sia-siakan cinta kita selama ini Dinda”!.  Putri hanya terdiam, ia bingung. Tak mungkin ia pergi bersama Sutan. Karena akan membuat malu keluarganya. Lama sekali mereka tanpa kata. Tetapi dalam diam itu Sutan mengambil kesimpulan. Ia merelakan sang kekasih yang selama ini ia dambakan. Karena tak ada cinta lagi di dalam hati Putri baginya. “Baiklah, jika memang itu pilihan Dinda, aku mengalah”!.  Sutan berusaha menerima semua keadaan yang ada. Meskipun itu pahit baginya. Dan ia pun pergi meninggalkan Pulau itu. Sutan kembali ke Kampung halamannya. Ia telah kehilangan seorang Putri yang sangat ia cintai. Waktu terus berjalan, Putri bahagia bersama suaminya Raden nan Saleh. Dari pernikahan tersebut mereka di karuniai seorang putra bernama Raden Linggo nan Saleh. Akrab disapa Linggo. Linggo sangat tampan. Sehari-hari ia selalu bermain bersama kakeknya. Sewaktu putranya asik bermain dengan mainan buatan kakeknya (raja Maulana Abdullah) tanpa ia sadari mainannya tersebut jatuh ke dalam laut dan putranya menangis sejadi-jadinya, tanpa pikir panjang Putri pun langsung terjun ke dalam laut untuk mengambilkan mainan putranya. Sungguh malang nasib Putri, ombak datang menghempas dan menjepitkan tubuhnya pada batu besar dan dia pun teringat akan sumpah kepada tunanganya Sutan. Dia sadar bahwa dia telah melanggar sumpahnya. Dalam keadaan pasrah Putri berdoa kepada Tuhan yang Maha Kuasa agar air laut surut. Doa nya dikabulkan oleh Sang Maha Pencipta, tiba-tiba air laut menjadi surut. Tapi tak lama kemudian tubuhnya perlahan menjadi batu karena telah mengingkari janji dan sumpah yang telah ia ikrarkan dengan Sutan kekasihnya. Kabar itu akhirnya terdengar di telinga Sutan. Sutan sangat terpukul dengan semua yang terjadi padanya. Ia telah kehilangan Putri untuk selama-lamanya. Sutan setiap hari hanya melamun. Ia tak menyangka akan kehilangan orang yang ia cintai itu selamanya. Sehingga hari demi hari kesehatannya menurun. Kondisinya semakin memburuk hari demi hari. Sutan pun akhirnya menyusul kekasih lamanya itu. Sutan meninggal dunia dan ia di makamkan di samping batu kekasi lamanya itu, ajeng Putri. 
(M.Takdir, Cerpen ini diterbitkan oleh Harian Umum Singgalang 14 Desember 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar