Senin, 17 Februari 2014

Si Kembar


Pagi itu cuaca sangat dingin, seakan menunjukkan hari yang sedang dalam terluka, sedih, sehingga jangankan untuk pergi sekolah, keluar rumah saja membuat orang enggan. Tapi tidak halnya dengan Andi, meski hujan begitu lebat, ia tetap saja berusaha untuk berangkat sekolah.                                                                                                                      
   “Bunda, Andi berangkat dulu ya”! Andi berpamitan kepada ibunya yang sedang menyiapkan kopi untuk ayah.                                                                                                              
  “ hari masih hujan nak, nanti sakit. Tunggu sebentar lagi, nanti ayah antar”! jawab ayah yang saat itu sedang membaca koran.                                                                                  
   “Tidak apa-apa yah, kan ada payung, Andi takut telat yah”! Andi pun berangkat tanpa bisa dicegah oleh orang tuanya. Andi memang anak yang rajin, pantang baginya untuk datang terlambat. Tidak sama halnya dengan Fandi kembarannya, yang pada saat itu masih saja tertidur.                                                                   “Bu, mana Fandi?, kok jam segini belum juga bangun”!                                                     
   “ Entah la yah, anak itu memang bandel sekali, tadi sudah ibu bangunkan tapi belum juga bangun”!. Jawab ibu singkat. Andi dan Fandi adalah saudara kembar, mereka sama-sama kelas V SD.                               Hari itu ternyata Fandi telat dan mendapatkan hukuman dari gurunya. Sesampainya di rumah, Fandi marah-marah, ia menyalahkan Andi yang membawa payung duluan ke sekolah, yang membuatnya tidak bisa berangkat dengan cuaca yang masih hujan. sebenarnya mereka punya payung masing-masing, tetapi payung milik Fandi sudah duluan rusak karena tidak digunakan dengan baik.                                                                 “dasar anak sok rajin, pergi sendiri-sendiri, egois”! Fandi memarahi Andi yang saat itu sedang mengerjakan PR-nya. Andi hanya diam, ia tak mau melawan. Karena semakin dilawan Fandi akan semakin beringas. Apabila dibiarkan maka akan diam dengan sendirinya.
Malam itu cuaca masih tak bersahabat, hujan terus mengguyur desa dimana mereka tinggal. Tak ada suara yang terdengar kecuali hujan dan bunyi katak yang terus bersahutan. Keadaan itu dimanfaatkan oleh Andi untuk belajar, serta menyelesaikan PR-nya yang masih belum siap ia kerjakan tadi siang. Sementara Fandi sibuk dengan game yang menjadi temannya setiap malam. Fandi memang begitu, setelah puas bermain game ia tidur, sedangkan PR-nya ia hanya mencontek dari Andi.Setelah PR-nya siap, Andi menyiapkan buku-buku yang akan di bawa besoknya, dan buku-buku itu letakkan di atas meja belajar. Kemudian ia tidur. Sementara Fandi masih saja sibuk dengan gamenya. Setelah Andi tertidur pulas,Fandi dengan sengaja mengambil buku yang ada di meja belajar Andi. Namun kali ini bukan untuk di contek, melainkan di ambil dan itulah tugas yang akan ia kumpulkan besok, karena namanya saja pemalas, menyontek pun ia malas apalagi membuatnya sendiri.                                                                                                    
      “mampus lo, sok pintar. Besok lo bakalan di hukum karena tak membuat PR mu”!. Fandi bicara sendiri meluapkan kegembiraannya. Padahal ia tak tahu, kalau buku yang ia ambil merupakan buku yang salah, buku PR Andi memang berwarna merah, namun ada dua buku merah di atas meja belajar itu. Fandi bukan mengambil buku belajar, tetapi buku diari Andi. Diari itu memang setiap hari Andi bawa ke sekolah. Setiap ada peristiwa menarik, selalu ia tulis dalam buku hariannya itu.
***
Pagi itu cuacanya sudah mulai cerah, senyuman mentari pagi menghiasi pucuk-pucuk pohon yang tampak dari kejauhan. Masih seperti biasa, Andi selalu bangun lebih dulu dari Fandi, segala peralatan ia masukkan ke dalam tasnya. Termasuk PR yang sudah ia siapkan sejak tadi malam. Tapi ia tak mencurigai buku catatan hariannya yang tak lagi ada di atas meja.
Hal berbeda pagi itu juga di tunjukkan Fandi, meskipun bangun telat, tapi ia tetap berangkat bersama dengan Andi, tak seperti biasa. Padahal hari-hari sebelumnya Fandi tak pernah mau berangkat berbarengan dengan saudara kembarnya itu, jangankan satu kamar, jalan berdua saja ia tak mau, benar-benar kembar yang berbeda dalam segala hal. Sesampainya di sekolah, Andi langsung menuju kelasnya, yaitu kelas V A. Sedangkan Fandi tak langsung menuju kelas, karena ia merasa PR-nya telah ada di dalam tasnya.                        “Fan, ayo kita masuk, duduk di kelas saja sebelum Bu Rina masuk”! Andi mengajak saudara kembarnya itu.                                                                                                       
       “bodo amat, kan aku udah buat PR, lo tu masuk sana, buat PR mu”! sahut Fandi dengan sedikit cengengesan, karena ia merasa Andi akan kena hukuman hari itu, kan PR Andi sudah di ambilnya.
Andi pun masuk kelas, sementara Fandi masih saja asyik bermain dengan temannya yang rata-rata anak kelas III. Karena Fandi memang punya banyak teman adik kelas, karena dengan mudah menyuruh-nyuruh mereka. Meskipun nakal dan bandel, Fandi pengecut, hanya berani pada adik-adik kelas saja, sedangkan dengan kakak kelasnya ia tak berani.
Tak lama kemudian bel berbunyi.
       Kriiiiing....kring...kriiiing,,,,,
Menandakan pukul 07.30, itulah waktu dimana kegiatan belajar mengajar di sekolah itu di mulai. Semua anak kelas V masuk kelas, tak sama halnya Fandi, yang masih saja di luar. Tak lama kemudian Bu Rina, guru yang mengajar pagi itu masuk ke kelas.                                  
       “Pagi anak-anak! Bagaimana kabarnya hari ini?                                                       
       “pagi juga Bu Rina, Alhamdulillah, luar biasa, Allahu Akbar”! jawab anak-anak serentak. Mereka memang sudah dibiasakan menjawab seperti itu.                                          
       “Baiklah, kita absen terlebih dahulu, bagi nama yang Ibuk panggil silahkan langsung menyerahkan PR-nya ya”! lanjut Bu Rina.                                                                                          
       “ya Buk” jawab mereka serentak.
Setelah semuanya di panggil, termasuk juga Andi, semuanya telah menyerahkan tugas. Tibalah saatnya giliran Fandi.                                                                                                        
    “Fandi”!. Tak ada suara yang menjawab.                                                                               
    “Mana Fandi”? Tanya Bu Rina                                                                                  
    “Saya Buk!, jawab Fandi yang tiba-tiba saja suaranya terdengar dari luar, ia buru-buru menuju meja Bu Rina.                                                                                                                      
     “maaf Bu, saya telat. Tadi saya ke WC karena sakit perut”! terangnya ketika ditanya mengapa terlambat.                                                                                                               
    “baiklah, sekarang mana PR mu? Tanya Bu Rina.                                                        
    “ada Buk”! jawab Fandi yang dengan santai memberikan buku yang ia curi milik kembarannya itu. Kemudian ia dipersilahkan duduk oleh Bu Rina. Tak lama kemudian Bu Rina memanggil Fandi, dan langsung marah-marah.                                   
    “apa yang kamu buat ini Riki, ini diari bukan tugas matematika yang Ibu berikan kemarin”! Bu Rina geram.
Fandi hanya diam, ia tak bisa menjawab apa-apa, karena ia juga tak tahu buku itu ternyata diari.                “Ayo ngaku, ini apa”? Bu Rina semakin marah.
Dengan terbata-bata Fandi mengakui kalau itu memang bukan PR-nya. Dan itu adalah PR Andi kembarannya. Ternyata itu juga bukan PR matematika melainkan buku catatan harian milik Andi. Serentak Murid kelas V A itu tertawa.                                                                      
     “diam semua”! sekarang kamu Ibu hukum, Hormat di tiang bendera luar sana”! suruh Bu Rina. Tanpa ada bantahan, Fandi mengikuti perintah itu. Lebih setengah jam Fandi Hormat di depan tiang bendera, dan membuat dirinya kapok. Ia berjanji di dalam hati tak akan menyontek lagi dan akan menjadi lebih baik. Ia merasa malu pada teman-teman, malu pada Bu Rina dan terlebih malu lagi sama kembarannya Andi.
Setelah kejadian itu Fandi mulai menunjukkan perubahan, ia tidak lagi terlambat. Semua tugas yang guru berikan selalu ia kerjakan. Tamat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar